And the saddest part is not saying goodbye

Tulisan ini terinspirasi ketika saya sedang menunggu kawan saya. Menunggu bukan karena mereka jam karet tetapi karena saya yang datang terlampau cepat. Seperti lirik dari sebuah lagu "menunggu sesuatu yang sangat menyebalkan bagiku, saat ku harus bersabar dan terus bersabar", saya pun mulai merasa bosan. Sampai akhirnya, saya pun mulai begerilya di dunia maya.

Perjalanan saya di dunia maya pun mencapai titik yang membuat saya membuka akun twitter boyband coboy junior, karena penasaran dengan "farewell concert" yang saat itu lagi hangatnya diperbincangkan. Yaa, entahlah kenapa saat saya membaca twit-twit terkait perpisahan coboy junior, jujur saja, saya mendadak menjadi melankolis. Sempat, tiba-tiba, air mata mau keluar padahal lagi sendirian di tempat umum, untung saja masih bisa ditahan. Karena, nggak lucu dong ada perempuan lagi duduk sendirian, utak-atik gadget, terus tiba-tiba sesegukan. Kembali ke perpisahan coboy junior, saya yang bukan commate saja baca twit-twit mereka merasa sedih, apalagi keluarga besar commate dan coboy junior itu sendiri. Yess, farewell is a sad thing, and it is always sad to say goodbye.

Tapi, bersyukurlah bagi mereka yang masih sempat mengucapkan selamat tinggal. Masih ada kesempatan untuk membagi waktu, sebelum benar-benar berpisah. Ya, saat yang paling menyedihkan, dan tentu akan menjadi penyesalan, adalah ketika tidak pernah ada kesempatan untuk mengatakan selamat tinggal. Karena perpisahan sudah terlanjur terjadi. Dan saya pernah berada dalam situasi seperti ini. Dua kali. Dua-duanya yang pergi dan tidak akan pernah ditemui. Yup, dua-duanya meinggal. Dan, saya tidak mendapat kesempatan untuk momen "farewell". Saya tahu mereka sakit, tapi saya tidak pernah sadar sakit keduanya ternyata separah itu. Dan saya saaaangat menyesal, sebelum mereka pergi saya belum menengok mereka. Teman yang pertama, saya kurang paham jelas dengan penyakitnya tapi yang saya tahu, setelah dia meninggal, dia memiliki paru-paru yang bolong. Dan teman saya kedua, sakit kanker payudara. Dan kali ini saya akan menceritakan teman saya yang pertama, yang lahir pada Mei 1988, dan meninggal di akhir Februari 2006.

Teman saya yang pertama ini namanya Mike, saya panggilnya Kak Mike karena memang senior/kakak kelas saya di SMA. Saya ingat sekali,  dia ini satu-satunya kakak kelas 3, di mana saat itu saya masih kelas XI, yang paling dekat dengan saya. Kalau pulang sekolah suka bareng, karena kebetulan searah dan angkotnya sama. Kami bisa saling mengenal karena kebetulan satu eskul, dan saya suka malas kalau pulang sekolah langsung pulang yang berakhir dengan sering satu angkot dengan Kak Mike. Saya tahu kalau Kak Mike memang sakit, tapi saya hanya tahu penyakitnya adalah anemia dan darah rendah. Itulah yang Kak Mike katakan ke saya ketika Kak Mike tidak masuk sekolah dan besoknya saya bertemu mukanya sangat pucat. 

Saya makin sering tidak bertemu dengan Kak Mike ketika mulai masuk semester baru sekolah, karena Kak Mike juga makin sibuk dengan persiapannya ujian. Dalam pikiran saya mungkin kak mike ikut les tambahan yang bikin kita jadi jarang ketemu pas pulang. Tapi saya nggak pernah tahu, bahwa ternyata pada saat-saat itu, penyakitnya justru makin parah dan masuk rumah sakit. Kak Mike nggak pernah bilang ke saya ketika dia masuk rumah sakit. Saya justru tahu dari temannya, dan dia bilang "Wid, kok nggak pernah jenguk Mike di rumah sakit". Duaaaaar. Dan saya hanya shock mendegar kata itu. Dan saya sangat ingat, saya tidak pernah menjenguk Kak Mike di rumah sakit. Kali terakhir Kak Mike masuk rumah sakit, adalah saat minggu ujian harian. Saat itu kelas 3 ujian hariannya siang hari, mereka disimulaisi seperti sedang UN yang ujiannya duduk sendiri-sendiri, sehingga ketika saya tidak ketemu juga dengan Kak Mike saya maklum. Sampai, saya ketemu lagi dengan temannya, dan dia kembali berkata "Wid, Mike masuk rumah sakit loh". Duaaaarrrr. Lagi? Sungguh, saya berniat untuk menjenguk Kak Mike seusai minggu ujian harian. Saya akui, sulit bagi saya untuk menjenguk Kak Mike, karena teman-teman saya tidak ada yang benar-benar dekat dengan Kak Mike, dan saya juga tidak terlalu dekat dengan teman Kak Mike sampai bisa untuk mengajaknya menemani menjenguk Kak Mike. Dan saya sangat menyesal, tidak pernah sempat menjenguk Kak Mike.

Saya ingat, saat itu sedang ada masalah dengan ponsel saya, besoknya saya ujian geografi, dan saya merasa kurang sehat. Besok paginya, saya yang terbiasa pergi sekolah dengan teman saya pun, ternyata tidak klop bertemu untuk berangkat bareng. Sesampainya di sekolah, saya lekas menemui teman saya, mengecek apakah dia sudah tiba atau belum karena bagaimanapun saya merasa bersalah telah terlambat dari waktu biasa kami bertemu. Seperti saya katakan sebelumnya, saya kurang sehat sehingga saya terlihat lemas. Setelah saya bertemu teman barengan saya berangkat sekolah, saya bertemu teman ekskul saya dan dia bilang, "Wid, unpredictable banget ya". Saya yang bingung, hanya bengong dan berkata "Hah?", lalu sayan ngeloyor pergi ke ruangan ujian saya, untuk belajar lagi. Dan Fatma teman sekelas saya, yang beda ruang ujian dengan saya, menyamperi saya dan berkata. "Wid, nggak nyangka banget ya". Lagi-lagi saya bingung, dan dia melanjutkan "lo nggak terima sms gw?". Saya menggeleng. "Kak Mike meninggal wid semalem,......." sisanya saya kurang ingat apa yang dikatakan Fatma. Saya ingat saya langsung nangis.

Ujian pun mulai, saya pun mulai bisa menahan emosi saya. Namuuuun, begitu ada orang yang masuk kelas untuk mengumumkan berita duka cita Kak Mike saya kembali sesegukan. Saya sadar saya menjadi perhatian di ruangan ujian, ya teman sekelas saya, ya kakak kelas yang juga ujian di ruangan yang sama, dan juga pengujinya. Begitu ujian selesai, saya memutuskan untuk segera ke makam Kak Mike, karena mendapat kabar bahwa jenazah Kak Mike sudah siap dimakamkan. Sesungguhnya saya masih ingin melihat terakhir kalinya wajah Kak Mike, namun sayang sudah tidak sempat. Pun ketika sudah sampai di pemakaman jeruk purut, pusaranya sudah penuh dengan bunga. Iya bener, penuuuuh banget dengan taburan bunga (sampai saya berpikir, kok kalau di sinetron atau film-film kayaknya nggak begini ya). Padahal setidaknya saya masih ingin melihat tubuhnya yang terakhir kali dimasukan ke liang lahat, walaupun sudah berbalut kain kafan. Ketika saya ke sana, pemakaman sudah sepi tapi masih ada teman Kak Mike, yang selalu saya sebut di atas, dan menyuruh saya untuk ke rumah Kak Mike dulu.

Ketika sampai di rumah Kak Mike, rumahnya masih ramai dengan para pelayat, dan seketika saya hampir pingsan ketika melihat sosok yang menemui saya. Hampir pingsan karena saya seperti melihat Kak Mike hidup kembali. Miki, inilah saudara kembar Kak Mike, yang sering Kak Mike bicarakan. Saya pun karena sudah letih,ya letih ujian, letih nangis, saya pun hanya sebentar di rumah Kak Mike. Dan saya ingat sebelum pulang, saya justru berkata "Istirahat ya Kak, sampai jumpa lagi kapan-kapan" ke Miki karena saya sangat ingin mengatakan itu langsung di depan Kak Mike. Tidak lama setelah kepergian Kak Mike, saya pernah bermimpi bertemu dengan Kak Mike dengan kondisi dalam mimpi saya Kak Mike sangat sehat dan bercanda-canda. Bahkan, dalam mimpi saya tidak ingat Kak Mike sedang meninggal. Setelah bangun, saat saya terbangun, saya berfikir "Bahkan dalam mimpi pun, saya tidak mengucapkan selamat tinggal"

Dalam pemikiran yang sangat positif, saya menganggap mungkin memang saya tidak boleh mengucapkan selamat tinggal ke Kak Mike. Mungkin ini bukan sepenuhnya selamat tinggal. Jadi, ketika saya berangkat sekolah dan melihat sosok dengan jaket yang saya tahu itu adalah milik Kak Mike dipakai oleh Miki saya pun tersenyum. Bukan merasa sedih kembali. Saya tersenyum, karena bagaimanapun saya masih bisa melihat Kak Mike dalam sosok Miki, kembarannya.

Bagaimanapun, saya masih sangat menyesal tidak pernah menjenguk Kak Mike saat dia dirawat di rumah sakit. Setidaknya untuk berkata, "Ayo kak cepet sembuh, kan kakak belum sempet ngajak aku buat kasih tau aku jalan herman itu di mana".


Comments

Popular posts from this blog

Orang Indonesia Tukang Lempar Tanggung Jawab (?)

Lihat Benda Langit di Planetarium Jakarta

Seri Perang Melawan Jerawat: Mengapa wajahku begini