Busybody: a person who is too interested in the private lives of other people*

Beberapa hari ini gw lagi memikirkan sebuah jawaban untuk pertanyaan: "Kenapa orang-orang bisa begitu mau tahu sama cerita hidup orang lain?"

Pertanyaan itu muncul karena sebuah kejadian dari teman gw, teman kuliah S1, yang gw nggak sangka bisa sebegitu heboh efeknya. Jadi teman gw ini, perempuan, memutuskan untuk menikah. Well, that's a good news actually. Tapi pilihan dia dalam menikah ini memang agak kontroversi bagi beberapa orang, sementara gw menyebutnya pilihan yang anti-mainstream. Oke, gw nggak akan menceritakan secara detail apa itu keputusan teman gw, tapi salah satunya adalah dia keputusan dia untuk pindah agama.

Long story short, dia cuma mengundang orang-orang untuk datang ke nikahannya ini dan mengabarkan tentang penikahannya ini hanya ke orang-orang kantor dia yang sekarang, teman-teman kuliah dia S2 dan teman-teman terdekat saat S1, termasuk gw (cieee). Long story short, kita yang teman-teman seperjuangan S1 ini memutusukan untuk nggak publish juga tentang pernikahan dia termasuk post foto-foto pernikahan dia di media sosial. Bukan untuk nutup-nutupin cuma memang nggak mau bikin kegemparan aja sih. Salah satu alasannya kan karena dia debut make hijab, pasti dong orang-orang bakalan heboh kasak-kusuk heran kok dese jadi hijaban.

Namun sayangnya, nggak semua yang namanya harapan bisa berjalan sesuai keinginan. Selesai acara pernikahan, baru saja ya gw sampe rumah lagi ngadem, ponsel gw rame nih nyala-nyala lampu LED-nya. Indikasi dari adanya pesan instant alias Whatsapp yang masuk. Firasat nih kayaknya bakalan ada yang nanya tentang pernikahan teman gw ini. Betullah pesan-pesan yang masuk pada nanya yang intinya adalah "Ini beneran si *tiiiiiit* ya? Dia nikah?". Yang disertai dengan bukti adanya foto. Dan bukti yang dikasih lihat ke gw itu fotonya sama semua. Hmmmmmmm.

Jadi adalah salah satu tamu undangan dari pihak mempelai pria yang adalah junior gw kuliah dan satu organisasi sama gw kuliah (tamu undangannya bukan si mempelai prianya), sebut saja namanya TP ini mempublikasikan hasil foto dengan yang punya undangan alias temen gw dan suaminya, ke media sosial. Jadilah teman-teman gw yang juga kenal sama si TP yang juga adalah teman satu organisasi gw, dan juga satu angkatan kuliah dengan gw dan si objek berita, pada lihat dong.

Well, gw sih sebenarnya sudah menyiapkan jawaban jadi nggak kagok-kagok amat waktu ngejawab, (duh cem wawancara yaaa). Temen gw ini pun ini bilang kalau ada yang nanya ya jawab aja, toh memang nggak mau ditutupin. Tapi gw paham ya yang dimaksud teman gw ini "jawab" adalah konfirmasi kebenaran kalau dia menikah dan pindah agama. Ya kali harus dijawab juga "kenapa" dan "bagaimana" dan detail-detail lainnya.

Oke. Awalnya, orang-orang yang nanya pun masih sebatas konfirmasi. Gw pun konfirmasi kebenaran foto tersebut. Rupa-rupanya nggak cukup ya buat mereka untuk sekedar tahu konfirmasi foto tersebut. Mulai deh nanya-nanya ke hal-hal lebih detail. Ada yang nanya gimana ceritanya ya gw jawab saja "Cerita apanya? Ya yang namanya orang nikah, gimana deh tuh ceritanya". Terus ada juga yang nanya kenapa nggak disebarluaskan gw pun menjawab "Ya namanya orang mau nikah, kan nggak boleh capek ya. sementara buat beberapa orang dia nikahnya mungkin akan nimbulin banyak pertanyaan. Baik yang nanya langsung ataupun jalur belakang, pasti dia capek lah kalau ditanya-tanya". Agak sarkas sih memang.

Ya intinya gw nggak mau menjawab selain konfirmasi. Gw secara pribadi yang memang merasa nggak berhak menjawab pertanyaan yang lebih ngegali-gali informasi dan super detail pun menjawab "Gw nggak berhak sih untuk ngasih jawaban. Takut beda persepsi. Mending tanya langsung aja sama yang bersangkutan." Itulah poinnya. Kenapa mereka nggak tanya langsung ke orangnya? Jawabannya simpel menurut gw, karena mereka nggak cukup dekat untuk tanya langsung ke orangnya tapi.....mau tau ceritanya. Yak, cuma mau tau cerita doang bukan karena peduli. Menurut pengamatan gw sih.

Kalau mereka memang peduli mereka pasti tanya ke orangnya langsung dan pasti paham untuk nggak menginterogasi orangnya minta diceritain dari awal sampai akhir, karena si empunya pasti akan cerita kalau dia rasa memang perlu cerita. Kalau mereka peduli mereka nggak akan kasak-kusuk minta orang lain yang ceritain, karena harusnya paham bahwa cerita yang bukan dari orangnya langsung sudah ada bumbu-bumbu opini dan persepsi dari si pencerita. Karena memang kenyataannya mereka itu cuma butuh adanya cerita yang bisa buat dijadiin "bahan" menurut gw. Karena mungkin kita-kita ini mungkiiiin memang suka sama yang namanya cerita drama. Kalau mereka emang peduli seharusnya mereka ingat untuk mengucapkan selamat atas pernikahan itu, bukannya malah bertanya-tanya kenapa begini kenapa begitu. Yap betul dari sekian yang bertanya ke gw nggak ada yang punya nada "turut berbahagia" karena mungkiiiin sudah terlena lebih ingi tahu ceritanya sampai lupa bahwa ini adalah kejadian yang sebenarnya perlu diberikan kata "selamat dan turut berbahagia". Seenggaknya kalau mereka segan untuk nanya langsung, tentu saja bisa titip salam lewat gw. Jadi kenapa hal itu nggak dilakukan? Ya karena mereka mau "stay anonymous", kalau titip salam ketahuan dong nanya-nanyanya atau kasarnya menurut gw ngomongin-di-belakangnya. Dan sebagai tambahan, yang nanya itu bukan cuma orang-orang yang benar-benar kenal sama teman gw ini ya, ada juga orang-orang yang sekedar-tahu-aja, yang gw pun heran gimana linkage teman gw dan si penanya, sampai si penanya ini bisa se-curious itu, yaiyalah makanya mau untuk tetap anonim. Yap, kalau mereka memang peduli mereka nggak akan "stay anonymous", toh mereka nggak akan perlu ribet-ribet nanya sana-sini. Atau kalaupun mereka memang nanya lewat orang lain, karena takut mengganggu si empunya, mereka pasti bakalan meninggalkan kesan "turut berbahagia" dan nggak akan segan untuk nitip salam. Ya karena mereka memang nggak peduli.

Gw pun mengancungi jempol keputusan teman gw untuk nggak membuat pernikahannya diberitakan kencang-kencang. Karena memang reaksi orang bukanlah "selamat dan turut berbahagia" tapi justru dijadikan menu utama obrolan.

Gara-gara kejadian ini gw sadar betapa orang begitu pengen tahu sama cerita orang lain alias kepo. Well, gw mungkin juga pernah dalam kondisi pengen tahu kayak gitu. Cuma gara-gara kejadian ini gw berjanji untuk nggak kayak gitu. Karena sebenarnya tentu saja ya itu mengganggu dan tentu saja buang-buang energi. Gw sekarang bertekad untuk kalau gw penasaran mending tanya langsung ke orangnya, toh kalau gw nggak dekat sama orangnya gw nggak akan nanya dan artinya gw nggak berhak untuk tahu. Gw sekarang jadi makin malaaaashhh untuk, well, go-sip.

Sampai selesai gw nulis ini pun gw masih belum benar-benar menemukan jawaban atas pertanyaan: "Kenapa orang-orang bisa sebegitu mau tahunya sama "cerita hidup" orang lain?" Apa benar karena orang memang suka sama yang namanya drama. Ah entahlah gw udah malaaasshh mikirinnnya.

*diambil dari definisi www.merriam-webster.com
**Gw dulu sering pakai istilah busybody gegara teman WNA ada yang nanya arti "kepo" apa, dan pas gw jelasin dia bilang "ooh that's the same as busybody"

Comments

  1. Gw sih busybody enggak cuma kadang pengen meluruskan yg simpang siur, misalnya temen segeng gw ada yg (katanya) udah cerai tapi masi tinggal serumah sama mantan lakiknya. Gw emang kadang nanya ama temen gw yg lain yg suka dicurhatin, soalnya kadang kalo bercakap rame2 dia ngasi taunya kode2 aja gak gamblang. Tapi nanyanya cuma sebatas "eh si anu sebenernya udah cerai belom sih sama lakinya? Kok masi tinggal bareng" atau ada temen segeng gw yg proses cerainya panjang ampe terkatung2 kalo gw nanya orangnya kan ga enak kayak buka luka lamanya dia, ya walopun gw nanya pasti dijawab, jadi biasanya gw nanya ama temen lain. Gitu mbakyu..

    ReplyDelete
    Replies
    1. haiiiiii tante, maacih sudah samperin blog aku. Kalau memang teman se-gang sih justru mending ditanyain langsung. karena kalau udah pihak ketiga gitu yang cerita, biasanya sudah macem-macem tambahannya. Tapi aku pun suka mendiskusikan tentang masalah teman se-gang karena beneran peduli, tapi abis itu diomongin langsung ke orangya. Nggak usah takut buka luka lama dia, karena toh di sini kita nanya bukan untuk kepo dan cerita dia dijadiin bahan hosip hanas, tapi karena peduli. karena mau kita mau bantu dia, at least, ngabantu ngelepas uneg-uneg macam dihipnotis uya kuya.
      Salam busybody

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Orang Indonesia Tukang Lempar Tanggung Jawab (?)

Lihat Benda Langit di Planetarium Jakarta

Seri Perang Melawan Jerawat: Mengapa wajahku begini