Menuju Merbabu - Nyungsep Dulu

Disclaimer: Tulisan ini tidak menceritakan tentang catatan perjalanan atau rute cara menuju gunung merbabu ataupun selama pendakian merbabu.

Sekitar pertengahan Januari, Pustaka Kaki Gunung via Tantiana dihububungi oleh salah satu temannya bergabung dalam pendakian yang diselingi dengan kegiatan amal (sebuah konsep dari Pustaka Kaki Gunung). Singkat cerita, saya, sebagai pengurus inti Pustaka Kaki Gunung, dikirim sebagai perwakilan beserta dua orang volunteer lainnya.

Berdasarkan rencana, kegiatan akan dilakukan saat long weekend Paskah 24-27 Maret 2016. Setelah melalui beberapa disuksi, detailnya tim akan berangkat dari Jakarta hari kamis jam 7 malam, tiba Jumat pagi di desa Suwanting, dan kegiatan amal dimulai sampai sebelum Solat Jumat. Setelah Solat Jumat kemudian pendakian dan diprediksikan akan kembali ke bawah di Hari Sabtu malam, dan mulai berangkat kembali ke Jakarta pada Minggu pagi supaya sampai di Jakarta tidak terlalu malam. Sebuah rencana yang terdengar menyenangkan.

Pada kenyataannya jeng jeng jeng jeng. Saat hari keberangkatan salah satu anggota, Vika - tim dari Pustaka Kaki Gunung, menyatakan baru bisa sampai di lokasi pertemuan jam 9 malam, alih-alih jam 7 malam. Saya sendiri tiba di lokasi pertemuan jam 8, dan berhubung saya orangnya sedikit kikuk saya cuma mojok tidak berusaha untuk bergabung.

Akhirnya salah satu tim Pustaka Kaki Gunung, Aul, datang, jadi saya pun punya teman ngobrol. Aul sempat mengusulkan bagaimana kalau kami naik di GranMax ketimbang di  Elf. Saya pun menolak dengan alasan kalau di GranMax bisa overload karena barang bawaan (carrier, buku sumbangan, logistik) akan dibawa GranMax plus masih membawa 4 orang lainnya+supir (Jadi ceritanya tim menyewa satu elf untuk 14 orang dan 1 GranMax untuk membawa perlengkapan+beberapa orang). Aul pun setuju dengan saya.

Pada kenyataannya jeng jeng jeng. Saya malah masuk ke GranMax. Jadi, Vika datang sangat mepet, dan saya tanya mau pesan makan dulu atau nggak buat di jalan. Vika pun mengiyakan dan saya menemani Vika beli makanan. Saat kita lagi beli makan, ternyata tim sudah beres-beres barang dan masuk ke Elf. Saat mau ke Elf, Vika hilang, kata Aul sudah di Elf. Karena posisinya Aul masuk duluan dan begitu di Elf, hanya ada satu tempat yang tersisa dan ditempatin Aul dan saya nggak kebagian tempat. Dan ternyata Vika juga nggak ada di Elf, saya tanya yang lain katanya ada di GranMax. Saya pun bergegas ke GranMax. Di GranMax sudah ada 2 penumpang di bagian tengah (belakang buat barang). Saya tadinya hampir duduk di depan nemenin supir, tapi jadinya pindah ke tengah karena supir Elf bilang kalau si Supir GranMax nanti grogi kalau sebelahnya cewek. Saya pun pindah ke tengah, dan ada salah satu penumpang dari Elf yang pindah ke GranMax. Tadinya saya mau kembali ke Elf, karena ada kursi kosong satu, tau-tau Vika datang entah dari mana dan akhirnya dia yang ke Elf.

Akhirnya Granmax pun diisi oleh Mas Rofiq (supir), Gigih (yang dari elf), Dio (yang mengundang Pustaka Kaki Gunung), Ferdi, dan saya. Dan beginilah posisi di GranMax [insert picture]

Saat perjalanan dimulai sebenarnya saya mau langsung tidur karena malamnya baru sempat tidur 4 jam. Tapi Ferdi sempat basa-basi tanya ke Mas Rofiq, kira-kira rangkumannya adalah demikian:
Ferdi: Sudah berapa lama Mas kerjanya?
Rofiq: Baru saja 2 minggu.
(saya nggak jadi ngantuk)
Ferdi: Ooooh, sebelumnya kerja di mana? Bawa penumpang juga?
Rofiq: Saya sebelumnya bawa mobil box.
(saya mulai sedikit lega)
Ferdi: Paling jauh pernah bawa ke mana?
Rofiq: Saya pernah bawa ke Jogja juga, kemarin pas lebaran
(Saya mulai lega)
Ferdi: Oooh, bawa penumpang?
Rofiq: Nggak, itu saya liburan sama keluarga.
(saya mulai panik kembali)
Ferdi: terus kalau bawa mobil box emang bawanya ke mana?
Rofiq: Saya bawa mobil box untuk tekstil, jadi bawanya ke Tanah Abang
(Saya mulai cari-cari seat belt. Nggak ada seat belt. Tolong siapapun bawa saya keluar dari sini)

Sedikit latar belakang dari Mas Rofiq itu, sepertinya cukup membuat para penumpang agak insekyur. Ditambah kenyataan Mas Rofiq ini kalau nyetir macam sopir angkot. Kami para penumpang, tanpa diskusi dan telepati, pun sibuk ngajak ngobrol Mas Rofiq. Just in case.

Dalam perjalanan malam ini, kita pun berhasil membuat Mas Rofiq curhat tentang kehidupan percintaannya yang seperti cerita FTV. Tapi berhubung saya pengantukan, saya pun nggak lama tidur juga. Oh iya, saat di GranMax kita sempat merasa iba sama penumpang di Elf, karena tempat duduknya mepet bener dan itu kaki pasti ketekuk. Jadi, kondisinya GranMax posisinya duluan karena ELf jemput orang dulu di Subang. Dan kita pun nunggu di rest area 210 km Tol Cipali (di sepanjang Cipali saya tidur karena ngantuk mengalahan rasa insekyur). Saat nunggu ini, para penumpang sempat ngomongin kekhawatiran kita sama si Rofiq, sembari ngomongin ini GranMax bahya amat tanpa seat belt di kursi penumpang dan kalau diketok kayak kaleng. Setelah itu kita mencoba beberes daerah belakang karena bangku belakang didesign seperti bangku angkot yang hadap-hadapan, sebenernya masih bisa masukin orang lagi dari Elf biar mereka nggak dempet-dempetan amat dan kita sebenarnya masih bakalan angkut 2 orang dari Magelang. Dalam perjalanan pun Ferdi sempat duduk di belakang, buat tidur.

Jika berdasarkan rencana jam 9 harusnya tim sudah sampai di Suwanting, nyatanya jam 9 kita masih di Kendal. Tim GranMax pun tungguin tim Elf sambil istirahat sekalian beli sarapan di Indomaret. Mas Rofiq pun dibeliin Pop Mie dan Kratindaeng oleh Gigih. Ternyata oh ternyata si Elf sudah duluan, dan sempat berhenti di rumah makan buat sarapan. Di tempat sarapan Elf, Mas Rofiq makan lagi. Saya sempat mengajak Aul untuk pindah ke GranMax, dan dia agak keki karena awalnya saya yang menolak untuk di GranMax tau-tau malah di sana. Apalagi dengan kenyataan yang di Elf sudah kayak lagi di angkot empet-empetan, sementara GranMax leluasa bener. Tapi ternyata Aul mau tetap di Elf. Kita pun lanjut jalan lagi sekitar jam 10an.

Saat di GranMax, Dio sama Ferdi ngomongin masalah salat Jumat. Mereka sepertinya sepakat untuk tidak salat Jumat karena dalam perjalanan dan susah cari lokasi, bahkan memutuskan untuk meng-qodo salat Zuhur dan Ashar. Sementara saya, meskipun bukan tipe orang yang beribadah, setuju nggak usah memaksakan salat Jumat, tapi ya jangan sampai meng-qada Salat Zuhur dan Ashar.

Setelahnya saya banyak tidur, cuma ingat masuk tol, entah tol apa. Terus di tol ini Mas Rofiq ngeluh tarikan mobilnya nggak enak. Kemudian saya lanjut tidur lagi. Yang lain juga nampaknya tidur. Kemudian sempat bangun, ngobrol sedikit, terus tidur lagi. Di sela-sela tidur sih sempat dengar Gigih, Dio, dan Mas Rofiq ngobrol sedikit, Ferdi sudah terlelap di belakang.

Kemudian saya tidur lagi, yang lain juga tidur nampaknya. Kemudian saya bangun, yang lain nampaknya tidur, karena hening. Dalam kondisi setengah bangun setengah tidur ini saya melihat jalan depan saya kok sepertinya got ya. Terus saya berpikir, yang depan (Gigih dan Mas Rofiq) lihat nggak ya itu got. Masih berpikir itu beneran got bukan sih. Kemudian berpikir itu beneran got, duh bakalan masuk got  nih. Semuanya dalam kondisi setengah tidur. Kemudian:




Gujlak-gujlak-gujlak......Bum. Benar GranMax pun masuk got alias nyungsep. Pokoknya saat kejadian, semua terasa cepat. Mungkin memang hanya beberapa detik, saya hanya merasakan mobil yang tiba-tiba tidak stabil kemudian terjadi benturan. Tanpa ada drama di mobil terdengar teriakan ala-ala kecelakaan sinetron. Setelahnya saya dengar Mas Rofiq minta maaf. Kemudian saya dengar Dio marah-marah.

Dio: Gimana sih lo, bahaya banget nih haugfdbfsjhgauh
Rofiq: Duh maaf mas, saya ngantuk (di tengah-tengah Dio lagi marah)
Dio: Kan gw udah bilang kalau ngantuk, tukeran dulu. Kan gw udah bilang kalau ngantuk istirahat dulu mdhjsfvfygdaiaafhfugb.

Saya sendiri saat Dio marah-marah lagi sibuk sama kaki yang terjepit antara kursi dan lantai, sebenarnya kaki yang terjepit itu terlindung sepatu trekking yang cukup tebal. Sambil sibuk sama kaki saya tengok ke belakang, Ferdi posisinya tersandar sama tumpukan carrier di depannya. Saya sempat mikir "ini orang pingsan apa gimana". Ternyata dia dalam kondisi tidur. Kemudian saya sibu cari-cari handphone yang sudah lenyap dari kursi penumpang, sambil coba narik sepatu yang masih nyangkut terjepit. Saat sepatu sudah di tangan, saya lihat Dio sudah keluar melalui pintu supir. Jadi certanya, pintu tengah nggak bisa dibuka. Tapi pintu supirnya ketutup lagi, lah padahal saya belum keluar.

Akhirnya saya bisa keluar dan menghindari Gigih, Dio dan Mas Rofiq yang lagi sibuk sana sini, karena Dio yang masih marah-marah dan Mas Rofiq yang nampak bingung harus berbuat apa. Saya pun ke belakang mobil. Tangan saya sempat tremor alias gemetaran yang terlihat saat saya sedang otak-atik handphone dalam upaya menghubungi tim Elf. Selain kata-kata "lo nggak papa" "ada yang kena nggak", kalimat pertama yang keluar dari mulut saya adalah "Duh gw laper nih, itu seberang pas banget warung makan" ke Ferdi yang kebetulan ada di sekitaran gw. Maklum saat itu sudah pukul 12.30 siang, dan saya sarapan cuma makan roti doang.

Saat saya mencoba menghubungi tim Elf dan memberitahukan lokasi, tau-tau Elf lewat. Ternyata posisinya mereka ada di belakang kita. Pada momen Elf datang itulah saya melihat sumringahnya wajah Mas Rofiq, persis seperti orang yang melihat sumber air di gurun pasir. Tim Elf pun sibuk bertanya "lo nggak papa" "ada yang sakit"

seseorang: Lo nggak papa (ke arah saya)
saya: Nggak papa kok, lecet doang sih (sambil berasa sakit di paha kiri, yang memang berasa bengkak)
seseorang: itu di bawah mata?
saya: Hah? kenapa?

Saya heran kenapa bisa ada lecet di bawah mata kanan, karena posisinya saya ada di sebelah kiri, Granmax nyungsep ke arah kiri. Saya maklum kalau paha kiri sakit dan dengkul kiri memar lecet. Tapi lecet di bawah mata kanan ini asalnya dari mana?

Selain saya yang kena cidera, Dio juga cidera di tangan kiri yang sedikit kecengklak. Mungkin karena menahan badan saat mobil mendadak miring ke kiri sedangkan dia berada di sebelah kanan. Gigih juga cidera di bahu yang ngilu. Ferdi terlihat lecet di bawah mata sebelah kanan, mungkin tergesek dengan carrier yang dia jadiin buat bantal. Mungkin cidera mereka ada yang lebih di lokasi lain, tapi nggak diceritakan. Karena saya sendiri nggak cerita kalau paha saya sebenarnya ngilu-ngilu dan dada kiri saya juga demikian. Saya hanya kasih lihat memar dan lecet di dengkul. Ternyata memar di paha saya lumayan juga. Jadi ada dua memar, yang di paha bagian bawah sebesar telapak tangan saya dengan setengah jari. Yang di paha atas ini  ada bengkaknya, dan saya baru sadar saat di Jakarta ternyata bentuk memarnya biru gelap dan sebesar tangan persis seperti cap tangan, bukan cap jari ya. Ngilu di dada meskipun tanpa memar sempat bikin saya was-was nggak kuat nanjak bawa beban berat. Alhasil saya curang dengan cuma naik bawa 1.5 liter+600ml air (harusnya paling nggak  3 liter) dan ngeluarin beberapa bawaan untuk ditinggal di Elf.

Yup dengan kondisi cidera seperti itu saya memutuskan untuk tetap naik Merbabu. Sejujurnya kalau saya tidak naik, saya takut anggota lain jadi drop. Saya juga heran kenapa saya berpikir seperti itu, ketika mungkin harusnya sebaliknya. Bahkan saya sempat membercandakan insiden mobil nyungsep tersebut. Saya membercandakan reaksi dari para penumpang dan si supir. Si Dio, yang saya lihat seperti orang baru bangun, yang marah-marah, Gigih yang diam saja, Ferdi yang saya kira pingsan dan sempat marah ke Mas Rofiq karena kecelakaan tersebut mengganggu tidurnya dan bilang "kenapa sih lo, sakit nih" serta Mas Rofiq yang cuma bisa minta maaf dan reaksi sumringahnya saat Elf datang.

Setelah kecelakaan tersebut kita memang melanjutkan perjalanan dengan pihak dari penyewaan elf dan GranMax yang mencarikan mobil sewaan pengganti. Saya, Gigih dan Ferdi pun pindah ke Elf dan Dio di mobil sewaan yang lain. Saat perjalanan ke Basecamp Suwanting, ternyata jalan dari depan gerbang menuju Basecamp Suwanting cukup membuat deg-degan, karena jalannya hanya untuk satu mobil, samping langsung jurang, dan tanpa pengaman. Saat sampai di Basecamp ada yang menyeletuk "Untung kecelakaannya tadi masuk got, nggak kebayang gw kalau tadi yang bawa Rofiq"

Kadang rasa bersyukur memang bukan datang karena kita mendapatkan hal-hal baik. Tapi justru saat kita mendapat hal-hal buruk dan kemudian berpikir bahwa kejadian yang jauh lebih buruk mungkin saja menimpa.

Comments

Popular posts from this blog

Orang Indonesia Tukang Lempar Tanggung Jawab (?)

Dimulai dengan

Semesta